SELAMAT DATANG DI RUMAH ONLINE SYAHID MUJIBUR ROHMAN EL FURQONI

Rabu, 24 April 2019

REFLEKSI 30 TAHUN BERDIRINYA AL FURQON


REFLEKSI 30 TAHUN BERDIRINYA AL FURQON
Oleh: Syahid M Rohman


Sumatra adalah pulau terbesar ke Enam di dunia yang merupakan pulau besar dari lima pulau yang ada di Indonesia, terletak di sebelah barat Negara kesatuan Republik Indonesia terbentang dari Nanggro Aceh Darussalam sampai dengan Lampung. Lampung merupakan daerah Transmigrasi terdapat desa yang bernama Kampung Panaragan Jaya, sebuah kampong transmigrasi yang dating kepadanya penduduk dari  Jawa Barat, Tengah, Timur bahkan sampai Pulau Dewata.
Mereka dating bukan hanya untuk memperbaiki taraf hidup, tetapi juga berniat untuk membangun Negara pada umumnya dan Lampung pada khususnya, mereka datang pada tahun 1973 dengan disertai beberapa dari anggota aktif TNI AU, TNI AD, dan anggota BRIMOB. Kampung yang berjarak 7 kilometer dari kecamatan, 54 kilometer dari ibu kota Kabupaten Lampung Utara, 22 kilometer dari Kabupaten Pebantu dan 126 kilometer dari Ibukota Provinsi dinamakan Kampung Panaragan Jaya.

Setiba mereka tiba dikampung tersebut, mereka terbagi dengan  beberapa wilayah dari dusun I hingga dusun VII. Jumlah penduduk yang tidak kurang dari 400 kk ini mulai mengembangkan dan menata desa yang mereka datangi ini, perjalanan yang menyulitkan hingga tahun 1980-an belum ada kepastian dari program daerah yang mereka kembangkan ini. Beberapa pengembang mulai memberikan motivasi diantaranya benih kelapa hibrida untuk ditanam di sekitar 400-an ha, baru ditahun 1978 benih karet itu mulai ditanam dan menambah inkam penghasilan yang cukup bagi masyarakat.

Kemajuan sosial dan ekonomi akan berbahaya jika tidak diimbangi dengan agama yang sempurna, beberapa pemuka agama mulai berfikir dan risau akan perkembangan itu, maka berdirilah jamaah pengajian keluarga yang dikelola dari rumah ke rumah, meskipun suasana malam tanpa penerangan listrik mereka tetap bersyukur, rasa syukur itu mereka iringi dengan kegiatan agama yang berkesinambungan. Setelah beberapa lama pengajian berkembang timbullah untuk mencari kegiatan anak-anak seperti belajar Al-qur’an dalam bentuk madrasah yang mempunyai kurikulum diniyah yang mengajarkan kitab-kitab Fikih dan Tauhid serta materi lainnya. Pemikiran dan pola yang dikembangkan ternyata membuat perbedaan dalam mengembangkan pendidikan agama ini, orientasi kehidupan yang berbeda membuat madrasah ini terkubur kembali tidak berjalan dan vakum beberapa tahun.

Pada 24 april tahun 1989, di sekitar suku II kebun agung beberapa para pendiri madrasah silam seperti bapak Arif Nur Ali, bapak Hadi Sutresno, dan bapak Qomaruddin mempunyai beberapa gagasan untuk menghidupkan syi’ar Islam melalui baca tulis dan kajian keislaman di salah satu rumah penduduk. Beberapa santri berdatangan, kajian pembelajaran dipenuhi dengan Ilmu Tauhid, Fiqih dan Filsafat Kehidupan dan ateri kepanduan. Tidak kurang dari 125 santri belajar di tempat tersebut untuk menimba ilmu melalui program diniyah.

Tahun 1990 itulah mulai diadakan pendidikan formil dengan program KMI ( kuliyyatul mu’allimin islamiyyah ) yang berhaluan pada pendidikan modern, program berjalan dengan baik dan sempurna. Beberapa tokoh agama mengabdikan dirinya untuk membangun kemajuan pondok tersebut, hingga dibangun musholla sebagai pusat kegiatan, mulai dari sholat jama’ah dan latihan khithobah ( pidato ) dan kegiatan lainnya. Program pendidikan berjalan santri mulai mengikuti kegiatan pekerjaan yang luar biasa dan bercita-cita jauh ini ternyata kurang mendapat respon dari beberapa kalangan masyarakat, karena pondok berorientasi pada keilmuan bukan pada hal keilmuan itu saja, terjadilah kegoncangan secara kelembagaan dari pada pengasuh yang kurang satu pandangan dan beberapa factor yang membuat perjalanan pendidikan menjadi tidak stabil di tahun 1994, lembaga tersebut vakum dant idak lagi berdaya upaya untyk berbuat pada umat dan bangsa

Pondok Modern Al-Furqon itulah nama yang sejak awal menjadi ciri khasnya lembaga, tujuan untuk membedakan suatu prinsip yang dalam kehidupan membuat pola menjadi bayangan radikal dan ekstrim, masyarakat yang baru mengenal agama kurang siap dan pendidikan Al-Furqon belum siap berada di tengah masyarakat yang sangat labil pandangan hidupnya dalam mensikapi prinsip kebenaran. Akhirnya Al-Furqon hanya sebuah tempat untuk mengaji beberapa anak saja hingga beberapa tahun. Situa tidsk boleh kehilangan tongkat dua kali, si muslim tidak boleh terjerumus dalam satu lobang yang sama dua kali.

Beberapa tahun merenung dan berfikir serta merintih di hadapan Sang Ilahi, untuk memberikan yang terbaik dari perjalan ini, ujian sangat berat namun semua diterima dengan penuh kesabaran dan ketabahan, senyum dan harapan selalu ada pada sebagian pendiri, perjuangan tidak pernah akan berhenti, perbuatan untuk agama tidak boleh putus asa, rahmat Alloh akan dekat kepada hamba-hamba-Nya yang berbuat baik, manusia tidak pernah akan tahu rahasia apa di balik perbuatan Allah Tuhan Sang Maha Tahu lagi Maha Pengatur. Prinsip itu tidak pernha hilang, keyakinan itu tidak boleh pudar, semangat beriman senantiasa wajib ditumbuhkan gairah perjuangan harus dipupuk dengan aneka ragam agar menghasilkan karya yang diiringi dengan ridho Allah SWT. Menunggu kesabaran, menerima kenyataan dan pasrah dengan diiringi usaha itulah yang tidak pernah hilang dalam lubuk.

Ustadz Muhyiddin Pardi, bagian dari pendiri Pondok Modern Al-Furqon menepi di sebuah sungai kecil dengan sunyinya malam, gemericiknya air rawa, terkadang terdengar suara binatang yang saling bersambut bersenandung menghibur hamba Tuhan yang mengharap perjalanan esok lebih baik, gedung yang sederhana, rumah yang hamper tiada harganya, ditempati oleh sang ustadz tersebut. Musholla yang kecil, tempat tinggal yang sesak selalu memimpikan kapan akan ada perjalanan indah.

Bulan Juni tahun 2003/2004, waktu sudah berbunyi menandakan getaran hati dan tekad mulai berkumandang dalam hati, antara keyakinan dan harapan, anak-anak desa yang lugu dan mungil seolah menaruh harapan bagi umat, sejak itulah berdiri TK Islam Al-Furqon dengan santri 24 anak, Ibu Sundari, Ibu Lilis Miswati, Ibu Meilina, dan Ibu Firnani adalah bagian dari pelopor sejarah berdirinya cikal bakal Taman Kanak-Kanak tersebut. 2 tahun kemudian masyarakat menghendaki untuk berdirinya sekolah dasar sebagai lanjutan Taman Kanak-Kanak tersebut,2004/2005 Sekolah Dasar slam Al-Furqon beroperasi, dengan dipacu waktu serta keadaan yang memaksa tahun 2007/2008 berdirilah MTs dan tahun 2010/2011 berdiri Aliyah.

     Tuhan Maha Tahu dan Maha Kuasa apa yang harus dilakukan untuk hambaNya, kesabaran tidaklah disia-siakan, seiring perjalanan waktu saat ini lembaga pendidikan yang dibawah naungan Yayasan Istiqomah Islamiyyah berdiri dengan membawa kemaslahatan umat di Kampong Panaragan Jaya.

Al Furqon Kini………

Kampung Panaragan Jaya kini merupakan ibukota Kabupaten Tulang Bawang Barat, kabupaten baru berusia satu dasawarsa, Pondok Al Furqon semakin berkembang dan terus memperelok wajahnya, sebagai pusat pendidikan Islam dengan empat Sub Lembaga, TK dan SD Islam Al Furqon serta MTs dan MA PSA Istiqomah Islamiyah, santru sudah mendekati angka 700. Sebagai lembaga pendidikan Islam di tengah-tengah jantung ibukota Kabupaten menjadikan Al Furqon menjadi tempat rujukan kegiatan keIslaman di antaranya MTQ baik tingkat Kabupaten Maupun Provinsi.
Pondok Modern Al Furqon memiliki "MOTTO BERDIRI DI ATAS DAN UNTUK SEMUA GOLONGAN" AL Furqon tidak berafiliasi pada keorganisasian Masyarakat, golongan apalagi berpartai, Al Furqon ingin menjadi lembaga Perekat Umat agar bebas dari tarik menarik kepentingan dan akan selalu fokus pada pendidikan untuk membangun kader- kader umat Islam diwaktu yang akan datang.
Jika Guru Al Furqon 99% orang Muhammadiyah Al Furqon Tidak bisa di Muhammadiyah kan, jika Guru Al Furqon 99% NU tidak bisa juga pondok ini di NU kan. Begitupula dengan santrinya jika santrinya 100% anak-anak orang NU maka pondok ini (al Furqon) tidak bisa di NU kan sama juga jika 100% santrinya anak-anak Muhammadiyah pondok ini juga tidak bisa di Muhammadiyah kan. Oleh karena itu, ketika masuk Al Furqon semua atribut keorganisasian, golongan, bahkan partai wajib hukumnya ditinggalkan sementara, nanti setelah para santri lulus dari Pondok silakan dibebaskan mau organisasi pergerakannya apa, berpartai apa.
Lalu siapa santri2 Al Furqon? 
Santri Al Furqon adalah anak-anak umat Islam, ya ada yang dari Muhammadiyah, ada yang dari NU, anak-anak jamaah tablig, anak-anaknya partai Merah, Kuning, Hijau dll. Itulah mengapa berdiri di atas dan untuk semua golongan dijadikan motto untuk perekat Umat Islam agar bersatu menjunjung ajaran agama Islam itu sendiri.
Kalau ada yang tanya Pondok Al Furqon Itu miliknya kiyai siapa?
            Maka jawabannya adalah pondok ini milik Umat islam, bukan milik perseorangan tapi milik Umat, pondok bukan milik keluarga dan sebaginya pondok Al Furqon adalah milik Umat islam.

AL FURQON ADALAH MILIK UMAT ISLAM BUKAN MILIK KELUARGA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar