SELAMAT DATANG DI RUMAH ONLINE SYAHID MUJIBUR ROHMAN EL FURQONI

Rabu, 07 November 2018

Dalam Naunagn Suci ( Ika Fadhilla)


Dalam Naungan Suci
                                       
        
Pagi yang begitu cerah menghidupkan hati para santri Al- furqan untuk melakukan kegiatan di hari itu. Ku duduk termenung membawa satu buku tulis dan pena sebagai tempat mencurahkan isi fikiran dan hati ku. Memiliki banyak teman menjadi suatu kebanggaan bagiku. Tiga hari yang terlewati, tetapi hati masih terus berkata berat untuk hidup lama di pesantren . Niat untuk belajar agama masih terbesit sedikit di hati. Ku tulis semua apa yang ada dalam benakku  hingga butiran suci tumpah membasahi buku curhat ku. Hidup di pesantren seperti halnya bayi yang baru terlahir ke dunia. Semua menjadi putih. Ku sedikit sadar akan dosa-dosa yang lalu  saat aku masih dalam perlindungan orangtua ku. Tapi semua itu ku sia-siakan begitu saja. Melainkan aku yang telah durhaka padanya. Semua itu baru terasa saat aku berada di pesantren ini. Ketika ku duduk dari ketermenungan ku , ada seorang  ustadzah datang menghampiriku.
 “Nak mengapa kamu menangis? “Tanya salah satu ustadzah yang bermukim di pesantren .                                                                                  
“Aku ingin pulang, ingin bertemu dengan ayah juga ibu ku ingin meminta maaf atas kenakalan ku dulu yang pernah ku perbuat.” Jawab ku mengeluh dengan tetesan air mata ku yang membasahi jilbab ku.                       
 “Sebelumya nama kamu siapa nak?.”Tanya ustadzah sambil mengusap air mata ku dengan sapu tangan hijaunya.
 “Nama ku Qyara Fadila, ustadzah...”Jawab ku dengan tersedak-sedak karna tangisku. “Sudah jangan menangis lagi, perlu kamu ketahui Qyara bahwa segala sesuatu itu butuh proses, dan proses itu tidak mudah untuk kita jalani.
”kata ustadzah sedikit menasihati ku dengan tutur kata lembutnya. Aku memang belum tau siapa nama ustadzah itu tapi aku sangat bangga daenganya karna ia bisa memberhentikan derai air mata ku meski aku masih dalam kemurungan. Melihat mereka yang bisa tertawa lebar. Tapi entah mengapa aku yang hanya bisa terdiam dalam kepolosan. Ku jadi teringat akan desah-desuh masyarakat asal tiggal ku. Mereka yang mengatakan.                                        “santri itu bisa apa?,santri itu bisa jadi apa?.”Aku pun yang belum tau apa makna santri sendiri itu apa. Hati yang selalu berlari dalam kegelisahan. Hingga tidak ada ketenangan dalam jiwa.
Seiring berjalanya waktu, ku mencoba untuk  terus bersabar dan ikhlas. Saat pagi  yang masih gelap bertepatan pada pukul 02:00, aku dan  santri yang lain yang bergegas untuk melaksanakan sholat tahajud berjamaah. Itu semua kita lakukan karna sudah menjadi aktivitas wajib pesantren meski kami masih terbalut dalam rasa kantuk. Selesai sholat tahajud,semua santri kembali ke asrama untuk kembali tidur. Tetapi aku  hanya duduk bersila di atas sajadah merah sholat ku. Ku ambil Al- quran berkover emas pemberian sahabat ku dimana ketika aku masih menduduki bangku sekolah di SMP. Mengingat semua itu aku yang semakin terbayang dengan wajah sahabat ku. Aku tak sanggup menahan perasaan rinduku padanya. Aku hanya bisa berdoa untuknya. Serta tetesan air mata yang membasahi pipi ku .Ku usap air mataku dengan mukenah putih sholat ku. Ku baca al-quran dengan suara sedikit tersedak karna tangisku hingga tak sadar sampai terlelap tidur di atas sajadah merah kecil ku. Seseorang yang memandang ku dari kejauhan,kala aku tertidur di atas sajadah sholat ku dalam masjid. Ia pun mendekati ku , mengoyahkan tubuh ku hingga ku terbangun.Ternyata, seseorang itu adalah ustadzah yang selalu memberi ku motivasi.                                                      
“Qyara mengapa kamu tidur di sini, ini kan tempat ibadah nak.?”Tanya ustadzah dengan memegang kedua pundakku.                                            “Emm….maaf ustadzah, Qyara bukan bermaksud untuk tidur di sini.’jawab ku walaupun ku sedikit tersontak kaget.          “Minta maaf itu bukan karna ustadzah, tapi karna Allah! ayo kembali ambil air wudhu.”Ucap ustadzah sambil menutup al-quran ku yang terbuka.                                                      
 “Baik ustadzah.”jawab ku dengan logat sedikit malas. Saat ku kembali ke dalam masjid ,aku sangat terkesan dan sedikit heran dengan ustadzah yang melantunkan ayat-ayat Allah dengan suara yang sangat merdu. Apalagi dengan keadaan masjid yang sedang kosong hingga suara terdengar mengema.                                                                                        
 “Subhanallah indah sekali lantunan ayat yang di bacakan ustadzah itu.”ucap ku dengan rasa kagum. Kemudian ustadzah menoleh ke arah ku ,lalu bertanya.                    
 “Qyara mengapa kamu terdiam di situ.”Tanya ustadzah dengan raut wajah sedikit binggung. “he he … tidak apa-apa ustadzah.”jawab ku. ”ya sudah ayo baca kembali Al-qurannya sebelum adzan subuh berkumandang”. ajak ustadzah dengan tutur lembutnya. Sembari ku membaca Al-quran,terpintas dalam benak ku dengan sedikit binggung. sejauh ini aku  sudah sedikit akrab denganya ,tetapi satu, ku belum tau siapa nama beliau.ku baru menyadari itu.Dengan memberanikan diri,akhirnya ku memanggilnya dengan suara pelan.Dan ustadzah pun hanya mengedipkan matanya. Aku paham akan maksudya,karna beliau belum menyelesaikan bacaan qurannya.Selang beberapa menit ku menuggu. Dan akhirnya beliau mengucapkan.
“Shodaqallaahuladziim……”sembari menghela nafas ustadzah melontarkan pertanyaan padaku .  “Ada apa nak Qyara.?”Tanya ustadzah dengan nada tenang .           “Emm… sebenernya nama ustadzah ini siapa.?”Tanya ku dengan sedikit malu. ”Loh, jadi selama ini kamu belum tau nama ustadzah ini siapa..? padahalkan ustadzah sudah memperkenalkan diri saat pekan perkenalan…”
 “iya ustadzah, ketika itu Qyara tidak terlalu memperhatikan.”ucap ku dengan jujur. “jadi … nama ustadzah itu Laila Syarifa ,panggil saja  ustadzah Laila.” Jelas ustadzah.
Ketika aku dan ustadzah Laila sedang beradu pandang, mulai terdengar suara azan bekumandang  dari kejauhan. Adzan subuh yang menghantarkan para santri menuju masjid untuk menunaikan sholat subuh. Selesainya sholat subuh ,kami melakukan piket yang sudah menjadi aktivitas sehari-hari. Kemudian barulah kami melakukan kegiatan pribadi kami serta melakukan persiapan untuk berangkat ke sekolah. Dengan mengucap “BISMILLAH.” Aku dan teman-teman ku berangkat menuju ke sekolah. Tak sabar rasanya untuk mendapat ilmu baru dalam pesantren.Tetapi,sesampainya di sekolah aku kecewa karna sudah hampir dua jam tidak ada satu pun guru yang masuk ke kelas.Padahal waktu itu masih hari pertama masuk sekolah. Hingga akhirnya, rasa semangatku menjadi luntur untuk belajar.Ketika ku sedang duduk terdiam dalam rasa kekesalan dan penuh kejenuhan.Datanglah salah satu teman ku  menghampiri diriku ia bernama Zakira.ia berjalan menuju arah tempat duduk ku dengan senyum manisnya.
”Qyara!”panggil Zakira dengan nada semangat.                                            “iya,kenapa?.”jawab ku . “how are you? Why you look very sad.?tanya zakira. “aku baik-baik saja.”jawab ku dengan nada santai.                                                “benarkah.? mimik muka itu tidak bisa di bohongi.”kata zakira dengkan kata sedikit meledek. dengan bujuk rayunya Zakira akhirnya aku pun berkata jujur. ”sebenarnya aku tidak betah menuntut ilmu di pesantren ini.                                              ”Ooo ..jadi itu alasan mu . memang segala sesuatu yang baik itu susah,dan berat untuk kita jalani tapi lakukanlah semua hanya karna Allah ,insyaallah kamu di mudahkan olehnya ”lalu kamu sendiri bagaimana.”                                                                                     ”sebenarnya sama saja seperti kamu tetapi aku tetap teguh dalam pendirian hanya satu satu tekad utama ku yakni aku ingin menjadi seorang hafidzoh.”                      
“hah.! Hafidzoh apaantu?.”Tanya ku dengan nada serontak.                                                “menjadi hafidzoh itu adalah seseorang yang menghafal ayat-ayat Allah tetapi tidak hanya mengahafal, tapi juga mengamalkannya.”                              “memang seorang hafidzoh itu bisa jadi apa.?”tanyaku dengan penasaran. “bisa jadi apa saja yang kamu inginkan selagi itu masih dalam syariat agama atau untuk hal-hal yang positif.” 
 “kalau aku yang memiliki keinginan untuk menjadi dokter lantas,memang hafidzoh bisa menjamin semuanya.?”                                                     “Bisa.”jawab zakira dengan nada pasti lagi meyakinkan.                                          “Memangnya tidak ada keinginan lain selain menjadi seorang hafidzoh.?”
 “kalau keinginan itu sangat banyak .tetapi satu tekad pertama ku yakni menjadi seorang hafidzoh. Cita-cita yang ku impikan adalah menjadi seorang dokter yang syar’i .”        
 “jadi dokter, tetapi mengapa kamu lebih mengutamakan menjadi seorang hafidzoh.?” Zakira terdiam sejenak .kemudian ia hanya menjawab dengan kalimat singkat nya   .”suatu saat kamu akan mengerti apa makna dari seorang yang berjuang menghafal Al-quran. Aku  menjadi semakin binggung dengan semua perkataanya.
Hari demi hari ku lewati,Ketika itu, hanya kesunyian malam yang menemani ku. Karena, entah mengapa aku tidak dapat tidur malam itu. Aku hanya memandangi langit-langit asramaku. Teringat akan perbincangan ku dengan zakira waktu itu. Sudah banyak sang motivator yang membahas tentang hafidzoh (para penghafal Al-quran) kala aku mengikuti kegiatan seminar  ke sekian kalinya yang bertemakan keagamaan. Bahkan ada seorang pendeta mualaf yang menjadi seorang hafidzh.Tidak hanya sekedar itu saja,ternyata banyak juga yang menjadi multitalent,seperti seorang hafidzh yang menjadi  dokter.Semalaman aku hanya memikirkan hal itu. Kini aku yang semakin percaya betapa istimewanya seorang pejuang penghafal Al-quran. Orang tua ku yang selalu memberi dorongan kepadaku  untuk terus semangat dalam belajar. Disamping itu juga, aku sangat bangga dengan hadirnya seorang ustadzah dan teman yang bisa memberi cahaya untuk hidupku. Hingga ku sadar ternyata ukhuwah dalam pesantren itu benar-benar terjaga.Aku sangat bersyukur karna Allah masih memberikan ku kesempatan untuk menjadi yang lebih baik.Hingga pada akhirnya,  aku memutuskan tekad awal ku untuk menjadi seorang hafidzoh.Perlahan-lahan aku memulai menabung untuk menghafal .
Pagi di sekolah sebelum pelajaran di mulai aku selipkan sedikit hafalan meski hanya satu ayat atau dua ayat.Lalu,dalam pengulasan hafalan terkadang aku dan zakira  bergantian untuk saling simak-menyimak.Kita berdua yang sekarang memiliki tekad  sama untuk menjadi seorang dokter dan hafidzoh. Kami lakukan  itu semua dengan sabar serta ikhlas.Meski terkadang terbesit kata menyerah dalam benakku.Bahkan sempat aku dan zakira di jauhi oleh teman-teman yang lain karna kita yang selalu berdua .Mungkin belum semua temanku faham akan arti sebuah persahabatan. Tapi aku dan zakira tetap yakin bahwa Allah itu akan mendengar do’a dari seorang hambanya yang memiliki niat baik dan penuh kesungguhan . Orang yang saat ini menjadi tameng bagiku tidak hanya zakira dan ustadzah Laila saja di pesantren. Tapi aku lebih percaya dengan  perlindungan serta pertolongan dari Allah SWT.
Mungkin, Allah memberi petunjuk padaku lewat prantara mereka dan orangtua. Ustadzah Laila yang selalu menasehati aku dan Zakira.Waktu itu beliau mengatakan,”hiraukanlah semua hal yang hanya membuat keyakinanmu menjadi rusak”. walaupun hanya sepatah dua patah kata nasihat yang beliau berikan ,semangatku dan zakira menjadi semakin terus bertambah dan terus  berkobar.       
Tiga tahun yang akan terlewati tidak terasa bila akhirnya, kami pun akan berpisah  dari pondok pesantren yang kami cintai.Perpisahan ini tidak akan aku lupakan. Dalam khutbah terakhirku,aku hanya memberi pesan-pesan indah untuk naungan suci ini.”terima kasih untuk semua yang sudah mensuport aku hingga kini saatnya kita harus berpisah , untuk teman-teman ustadz dan ustadzah atas ilmu yang kau ajarkan padaku,dan untuk orangtuaku entah apalagi yang harus aku katakana selain kata terima kasih.” Tangisan air mataku di kala itu menjadi tanda kepedihan hatiku .Karna tuk melepas kepergian sahabat dan guru yang tak pernah bosan untuk menegurku ketika aku dalam jalan yang salah. Aku berjanji tidak akan melupakan naungan suci ini.Karna naungan inilah yang menjadi saksi bisuku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar